Minggu, 22 November 2009

Cermin Retak Kemajuan Asia


Angka kelaparan Dunia terus meningkat, dari 830 juta di tahun 1999 meningkat menjadi 859 juta pada kurun waktu sepuluh tahun kemudian Tentu saja ini menjadi berita getir, pertumbuhan ekonomi dunia dan pencanangan program PBB untuk menghapus kelaparan ternyata tidak mampu berbuat banyak. Krisis pangan masih di derita 17 persen dari penduduk dunia.

Bila melacak akar dari bencana ini memang ada beberapa faktor, antara lain adalah bencana kekeringan yang melanda suatu negara yang berimbas pada musibah kelaparan, sepertidi India pada tahun 2006 bencana ini berakibat pada 33 juta lebih warganya mengalami musibah kelaparan, kemudian di tahun yang sama Sudan dan Ethiophia lebih dari 2 juta warganya menjadi koraban bencana kekeringan (UNDP).

Tetapi ada faktor lain yang berpotensi menyumbangkan korban-korban kelaparan di tahun-tahun mendatang, yakni kebijakan-kebijakan yang semakin jauh dari keberpihakan pada petani.
Ancaman ini memang tidak serta merta di rasakan bahkan bila melihat kondisi pertumbuhan ekonomi Asia kenyataannya sangat menajubkan

Empat Ekonomi Industri Baru yakni Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan Singapura yang akan semakin mempertegas bahwa abad-abad mendatang adalah milik Asia, selain itu perluasan investasi ke negara Thailand, Vietnam, Malaysia, Indonesia dan Filipina diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya

Belum lagi China dengan gebrakan investasi yang sampai merambah di kawasan barat pada negara-negara maju seakan ikut melengkapi menjadi lambang tentang kebangkitan Asia

Tetapi potret cerah wajah Asia ini mempunyai sisi lain yang sangat memprihatinkan atau bahkan menyedihkan karena pertumbuhan yang pesat ketimpangan pun melesat. Antara tahun 1990-2000 angka Koefisien Gini di beberapa negara seperti Bangladesh, Kamboja, China, Laos, Nepal, dan Sri Lanka terus meningkat.


Bahkan menurut data dari International Food Policy Research Institute (IFPRI) di perkirakan pada tahun 2015 Asia akan menjadi lokasi bagi mayoritas penduduk miskin sedunia dan kebanyakan tinggal di pedesaan data tahun 2007 dari 850 juta penduduk miskin di dunia, 600 juta diproduksi oleh Asia

Keberpihakan Pada Petani Tidak Bisa Ditawar
Proses Pembangunan Asia yang ternyata juga menyisakan banyak persoalan dimana salah satunya adalah ketimpangan dan kesenjangan pendapatan, hal ini disebabkan salah satunya pembangunan yang di gulirkan semakin jauh dari sektor pertanian.
Dan kemajuan tehnologi dan moderenisasi yang kencang membuat para pelaku sektor ini tidak siap untuk beradaptasi, sementara sebagian besar masyarakat miskin Asia adalah para pelaku pertanian.

Kebijakan pemerintah semakin jauh dari aroma pertanian lebih berpihak pada industrisasi, maka lahirnya negara-negara industri baru di Asia seperti Korea Selatan dan Taiwan juga turut menyumbang keterpurukan sektor ini.

Bila kita melihat sejarah ketika lokomotif pembangunan di letakkan pada rel sektor pertanian gerbong kemajuan sektor lain turut melaju, di tahun dekade 1970-an merupakan salah satu era keemasan bagi petani. Peningkatan gandum akibat terobosan teknologi pertanian, diiringi peningkatan pengeluaran negara untuk pendidikan di pedesaan, telah berhasil mendorong kemajuan di pedesaan.

Bahkan meski terjadi penurunan luas lahan karena pertumbuhan penduduk, sektor ini pun masih dapat tumbuh dengan diversifikasi tanaman dari padi ke non padi dan peternakan seperti yang terjadi pada penduduk pedesaan di Filipina, Thailand, Banglades, dan India.

Kebijakan yang berpihak kepada petani di era itu telah melahirkan kegiatan ekonomi baru, seperti transportasi, perdagangan, jasa-jasa, dan usaha kerajinan. Juga bermunculan usaha skala menengah dan kecil. Kegiatan ini menyumbangkan sebesar 51 persen dari total pendapatan warga pedesaan.

Pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada era itu merupakan masa keemasan ketika kebijakan yang berpihak pada petani dapat mengurai permasalahan penganguran dan bermuara pada pengentasan kemiskinan dan tentu saja dapat menekan bencana kelaparan, hal ini berlangsung selama empat dekade.

Penurunan angka kemiskinan semakin mencemaskan dan bayang-bayang bencana pangan sangat mengkwatirkan , karena memang kebijakan yang berpihak pada petani semakin memudar ke depan, penangulangan bencana pangan dan pengurangan jumlah penduduk miskin di pedesaan itu semakin berat.

Di beberapa negara termasuk Indonesia tidak lagi memiliki kebijakan propedesaan seperti dekade 1970-an.Padahal kejayaan sektor ini pernah mencatat, sumbangan sektor ini terhadap PDB pada tahun 1975 sebesar 32 persen merosot kini tinggal 13 persen di tahun 2005

Menurunkan Kesenjangan
Ternyata bencana kelaparan dan kemiskinan tidak hanya di picu kondisi alam karena musibah kekeringan, tetapi perilaku ekonomi yang semakin jauh dari keberpihakan pada sektor yang mampu berperan banyak terhadap kelaparan dan kemiskinan yakni sektor pangan atau pertanian, selain itu ketimpanagn pendapatan yang di picu oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga berperan menjadi potensi becana kemiskinan dan tentu berlanjut pada kelaparan.

Seperti contohnya kecenderungan kenaikan pendapatan per kapita di negara-negara Asia tidak diikuti persebaran kekayaan.,koefisien Gini di negara berkembang terus meningkat. seperti India, China,Vietnam, dan Indonesia memiliki kecenderungan Gini ratio yang semakin memburuk,

maka beberapa langkah perlu menjadi perhatian antara lain,
pertama, pembangunan yang berprespektif terhadap pengentasan kemiskinan, tidak menjadikan pertumbuhan yang tinggi menjadi pencitraan terhadap hasil pembangunan, sehingga ketika pertumbuhan naik tetapi jurang kesenjangan melebar hal ini akan menjadi bom waktu pada proses pembangunan itu sendiri.

Kedua, kebijakan yang berpihak pada sektor pertanian, perjalanan pertumbuhan ekonomi telah membuktikan bahwa perhatian pada sektor pertanian dapat mengurai masalah kemiskinan dan bermuara pada pengurangan angka penganguran, maka pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi menyumbang kesenjangan yang lebar akan melukai tujuan pembangunan.

Ketiga,peningkatan infrastuktur publik pada bidang pendidikan, ketika sektor industrilisasi mengantikan sektor pertanian pelaku dari sektor ini dapat beradaptasi terhadap kemajuan tehnologi dan moderenisasi, sehingga imbas dari era industrisasi dapat meminimalisir angka penganguran.

Tentu sungguh sebuah ironis di tengah kemajuan berbagai bidang ilmu dan tehnologi, masalah purba yakni kelaparan masih mencengkeram penduduk. Maka kemajuan yang telah dan akan terus di capai tidak boleh meninggalkan atau mengorbankan sektor pertanian yang seolah hanya sistem perekonomian yang kuno bila di banding industri karena hal tersebut akan menjadi bencana yang besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar