Minggu, 22 November 2009

Flight AIRBUS A319 Batavia Air

Flight AIRBUS A319 Batavia Air


direct flight” Jakarta-Manado dan sebaliknya Manado-Jakarta bukan lagi hal yang baru. Ini adalah kondisi persaingan antara beberapa passenger carrier seperti Lion Air, Batavia Air, dan Garuda yang ingin memberikan servis dan kepuasan untuk para pelanggannya. Wisata atau bisnis, yang penting bisa terbang dengan cepat.

Setahu gue Garuda juga baru mulai mempersiapkan rute ‘direct flight’ Jakarta-Manado pada tahun 2008 ini. Kini, kalau mau terbang ke Manado sudah gak perlu lagi transit di Surabaya atau Makasar, kalau ada penerbangan yang langsung kenapa tidak?

null

Sumber foto: www.airliners.net

Direct Flight Jakarta-Manado atau sebaliknya memakan waktu sekitar 3 jam. Sedangkan kalau transit dulu di Surabaya atau Makasar nambah 1.5 s/d 2 jam lagi. Jadi inget waktu dulu, bangga banget kalo bisa mampir ke Makasar, tapi setelah dipikir-pikir cuma transit doang ngapain juga ya.. buang-buang waktu.

Pertengahan Juli 2008 gue punya urusan ke Manado, kemudian diteruskan ke Tomohon Minahasa sekitar 30 km dari Manado. Waktu itu gue ambil jasa travel agency, dimana gue minta penerbangan dengan flight carrier yang punya Airbus.

Gue juga minta jam penerbangan siang, gak perlu bangun subuh, penerbangan langsung, dan time arrival di Manado masih siang. Kenapa gue piih Airbus? Gue pribadi emang suka ama Airbus karena alasan teknologi dan lebar pesawat yang membuat gue nyaman ketimbang Boeing.

null

Sumber foto: www.airliners.net

Untuk rencana penerbangan pulang Manado-Jakarta, gue pake carrier yang sama dengan alasan yang sama pula seperti diatas. Beruntung di dekat rumah gue, gue dapat travel agent yang profesional dan bersahabat. Mereka memberikan beberapa lembar kertas print sebagai tiket. Ini kemajuan teknologi internet dengan”‘on-line reservation” mempermudah segala sesuatunya.

Kertas ukuran A4 sudah dianggap sebagai tiket yang sah. Yang penting semua keterangan a.l. booking code, passenger name, date flight, maximum baggage, time boarding, time arrival, flight code, terminal departure, dan lain-lain semuanya jelas tertulis, termasuk juga harga yang disebutkan sudah cocok dengan pembeli.

Ketika itu harga tiket Jakarta Manado direct flight ini tertulis Rp1,070,000.- sudah termasuk dengan pajak.

Saat check-in pukul 08.00 di Soekarno Hatta International Airport, gue tidak melihat keramaian di counter check-in jurusan Manado, entahlah.. apa ini sepi penumpang atau gue datang masih kepagian, atau emang sudah terlambat?

Setahu gue, boarding time tertulis pukul 08.30 WIB. Tapi yang pasti gue seorang diri check-in dengan 2 koper kecil untuk bagasi, dan ke kabin gue bawa ransel dan helm Caberg. Petugas check-in memberikan gue seat no 1 B, artinya gue duduk dibarisan paling depan. “Bagus, kerjasama yang bagus” begitu pikir gue sambil berucap terima kasih kepada petugas wanita tadi.

null

Sumber Foto: www.airliners.net

Ketika masuk dalam pemeriksaan security menuju aula boarding room, gue berhenti melangkah dan diminta ama petugas security mengulang lagi pemeriksaan, tas ransel ditaruh lagi melalui X-Ray untuk pemeriksaan kedua. Kata petugas, tadi dia melihat sepintas ada barang yang patut dicurigai karena mirip pisau.

Setelah proses X-Ray diulang, gue juga menyaksikan lewat monitor petugas yang ada di samping mesin, ternyata barang yang dicurigai itu adalah pesawat HT Yaesu dengan antena-nya panjang, pantes aja seperti pisau. Hmm… saya dan petugas security pun saling melempar senyum. Saat gue mau beranjak, petugas yang berdiri berkomentar “wah.. bapak ini petugas juga ya.. apa ada tamu VIP yg dikawal”. “Tidak pak.. saya cuma sendirian saja” ujar gue sambil berlalu ke-arah boarding room.

Pukul 08.45 terdengar suara pengumuman agar pernumpang naik ke pesawat. Secara serentak maka semua penumpang mendadak berdiri daru tempat duduknya dan berjalan berdesakan ke pintu. Gue duduk santai dulu, dan gue adalah orang paling akhir masuk ke antrian hingga menuju badan pesawat.

Sampai gue di badan pesawat, satu langkah di pintu depan antrian kembali berhenti. Gue menoleh ke arah kokpit pesawat dan melihat pilot sedang balik badan menoleh kearah antrian penumpang, spontan gue tersenyum dan melangkah masuk ke arah pilot dan menyampaikan selamat pagi. Gue bilang ama pilot nanti gue balik lagi untuk cari informasi, dan pilot pun memberikan izin kalau pesawat sudah terbang stabil, gue bisa masuk cockpit.

Tak lama dari situ, gue pun langsung duduk di kursi barisan pertama atau paling depan, seat No. 1 B. Sejenak gue liat pesawat dalam keadaan full. Barisan kursi pesawat dibagi 2 dua sisi: 3 kursi di sebalah kiri (A, B, C) dan 3 kursi di sebalah kanan (D, E, F). Total seat 144.

Tidak ada VIP seat, cabin crew ada 5, dan cockpit crew ada 2. Semua penumpang menggunakan seat belt, dan pramugari memeriksa seat bealt penumpang, serta melihat semua jendela harus terbuka.

null

Sumber Foto: www.airliners.net

Pintu ditutup dan pesawat mulai bergerak menuju landasan pacu take-off. Crew pramugara didepan memberikan pengumuman bahwa tujuan penerbangan adalah Sam Ratulangi International Airport dengan waktu tempuh 2 jam 50 menit, memberikan nama pilot dan co-pilot, info cuaca, dan info penerbangan.

Tidak lama kemudian, crew wanita berdiri didepan memberikan arahan tentang keselamatan penerbangan. Terlihat crew pramugara didepan memberikan thumb-signal kepada crew yang duduk di belakang pesawat. Panel cabin dimatikan dengan touch screen oleh crew pramugara yang duduk di depan.

Ready to take off” terdengar suara pilot berkomunikasi dengan ATC (air traffic controller). Suara mesin pesawat mulai mengaum keras dan pesawat bergerak mulai dari speed 0 Km/jam, 50 Km/jam, 100 km/jam, 200 km/jam, 300 km/jam dan ketika mulai speed 400 km/jam pesawat mulai meninggalkan landasan dan seketika kemiringan pesawat naik 40 derajat.

Setelah 20 menit mengudara, kemudian lampu seat bealt dipadamkan, tanda kalau penumpang boleh buka seat bealt, artinya semua crew dan penumpang boleh bergerak. 10 menit kemudian, suguhan kotak snack dan minuman kopi atau teh ditawarkan oleh crew pramugari. Semua berjalan lancar dan tenang, dan ketika saya melongok ke jendela cuaca sangat cerah.

null

Sumber Foto: www.airliners.net

Penerbangan 3 jam lumayan sangat membosankan. Setelah 1 jam take off, gue pun beranjak berdiri menuju ke arah toilet depan. Usai keluar dari toilet, gue temui pramugara minta izin masuk ke ruang cockpit pilot. Pramugara bertanya “mas ini siapa?” gue katakan “saya ini tadi sudah janjian ama pilotnya, coba tanyakan ke dalam”. Singkat kata gue bisa masuk kedalam ruang cockpit dan bersalaman dengan pilot yang rupanya baru saja selesai makan.

Gue dipersilahkan duduk pada kursi lipat pas dibelakang pilot dan co-pilot. Mulailah terjadi obrolan dengan pilot yang sangat akrab dan bersahabat (friendly). Ada begitu banyak pertanyaan dari gue dan jawaban yang diberikan lebih kepada teknis penerbangan yang sulit dijelaskan disini. Tapi yang penting gue tambah pengetahuan mengenai isi flight cockpit antara lain mengenai radar, navigasi, altitude, landing/take off, engine starter, radio komunikasi ATC dan lain-lain sebagainya.

Selain informasi ketinggian 37,000 kaki, pilot juga memberikan informasi navigasi melalui display GPS, serta informasi kecepatan yang mencapai 0.782 match. Pilot menambahkan kecepatan bisa saja bertambah karena dorongan angin, bisa tembus 1 koma sekian match.

Sepanjang penerbangan terdengar suara ATC yang cukup jelas, padahal posisi pesawat sudah jauh sekali, sekian mil dari ATC Soekarno-Hatta International Airport. Jelas sekali terlihat pesawat Airbus A319 sudah full computurized , semua mengikuti program-progam yang sudah di setting. Informasi perihal setting and programming computer dilakukan secara berkala oleh pihak Airbus.

Selang 3 jam di udara, akhirnya pesawat mendarat dengan mulus di landasar Sam Ratulangi International Airport. Saya melangkah keluar dan melihat pesawat Garuda dari Jakarta rupanya baru saja mendarat tetapi sebelumnya Garuda transit dulu di Makasar.

Ketika mengambil barang bagasi terjadi keramaian luar biasa di bandara ini, porter habis, taxi habis karena ada 2 penerbangan dari jakarta yang tiba di Manado dengan waktu yang saling berdekatan. Kota Manado yang semakin elok dan menggeliat!

Inilah beberapa foto Batavia Air Airbus A319 dari kamera pribadi:

null

Kesibukan Bandara International Soekarno Hatta

null

Flight carrier/Aircraft Batavia A319 di Soekarno Hatta International Airport

null

Petunjuk kesemalatan penerbangan

null

Suasana cockpit sebelum take-off di Soekarno Hatta Int'l Aiprort. Mana kemudinya pilot?

null

Flight onboard Jakarta-Manado: Indicator Altitude 37,000 kaki

null

Panel Onboard Jakarta-Manado: Pilot sudah setting program arah dan pilot hanya mengamati lewat monitor.

null

Display GPS (global positioning system) dan alat take-off/landing

null

Monitor Pilot: Nagivasi hanya dilihat dari layar ini. Jadi, alat inilah yang menjadi kemudi pilot.

null

Upper control pannel di ruang cockpit

null

View pilot cockpit ke arah depan dengan ketinggian 37,000 kaki. Cuma awan dan langit doang yang dilihat. Nggak ada orang di langit, juga gak ada kemacetan!

null

View jendela pilot ke arah sebelah kiri. Tinggi banget bo!

null

Titik Lokasi Parking #2 Sam Ratulangi International Airport, Manado Sulawesi Utara.

null

View sekitar Sam Ratulangi Airport yang terkenal dengan pegunungan.

null

View ujung landasan Sam Ratulangi, Manado Sulawesi Utara.

null

View sekitar Sam Ratulangi Airport Manado Sulawesi Utara yang terkenal dengan bukit dan gunung.

Cermin Retak Kemajuan Asia


Angka kelaparan Dunia terus meningkat, dari 830 juta di tahun 1999 meningkat menjadi 859 juta pada kurun waktu sepuluh tahun kemudian Tentu saja ini menjadi berita getir, pertumbuhan ekonomi dunia dan pencanangan program PBB untuk menghapus kelaparan ternyata tidak mampu berbuat banyak. Krisis pangan masih di derita 17 persen dari penduduk dunia.

Bila melacak akar dari bencana ini memang ada beberapa faktor, antara lain adalah bencana kekeringan yang melanda suatu negara yang berimbas pada musibah kelaparan, sepertidi India pada tahun 2006 bencana ini berakibat pada 33 juta lebih warganya mengalami musibah kelaparan, kemudian di tahun yang sama Sudan dan Ethiophia lebih dari 2 juta warganya menjadi koraban bencana kekeringan (UNDP).

Tetapi ada faktor lain yang berpotensi menyumbangkan korban-korban kelaparan di tahun-tahun mendatang, yakni kebijakan-kebijakan yang semakin jauh dari keberpihakan pada petani.
Ancaman ini memang tidak serta merta di rasakan bahkan bila melihat kondisi pertumbuhan ekonomi Asia kenyataannya sangat menajubkan

Empat Ekonomi Industri Baru yakni Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan Singapura yang akan semakin mempertegas bahwa abad-abad mendatang adalah milik Asia, selain itu perluasan investasi ke negara Thailand, Vietnam, Malaysia, Indonesia dan Filipina diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya

Belum lagi China dengan gebrakan investasi yang sampai merambah di kawasan barat pada negara-negara maju seakan ikut melengkapi menjadi lambang tentang kebangkitan Asia

Tetapi potret cerah wajah Asia ini mempunyai sisi lain yang sangat memprihatinkan atau bahkan menyedihkan karena pertumbuhan yang pesat ketimpangan pun melesat. Antara tahun 1990-2000 angka Koefisien Gini di beberapa negara seperti Bangladesh, Kamboja, China, Laos, Nepal, dan Sri Lanka terus meningkat.


Bahkan menurut data dari International Food Policy Research Institute (IFPRI) di perkirakan pada tahun 2015 Asia akan menjadi lokasi bagi mayoritas penduduk miskin sedunia dan kebanyakan tinggal di pedesaan data tahun 2007 dari 850 juta penduduk miskin di dunia, 600 juta diproduksi oleh Asia

Keberpihakan Pada Petani Tidak Bisa Ditawar
Proses Pembangunan Asia yang ternyata juga menyisakan banyak persoalan dimana salah satunya adalah ketimpangan dan kesenjangan pendapatan, hal ini disebabkan salah satunya pembangunan yang di gulirkan semakin jauh dari sektor pertanian.
Dan kemajuan tehnologi dan moderenisasi yang kencang membuat para pelaku sektor ini tidak siap untuk beradaptasi, sementara sebagian besar masyarakat miskin Asia adalah para pelaku pertanian.

Kebijakan pemerintah semakin jauh dari aroma pertanian lebih berpihak pada industrisasi, maka lahirnya negara-negara industri baru di Asia seperti Korea Selatan dan Taiwan juga turut menyumbang keterpurukan sektor ini.

Bila kita melihat sejarah ketika lokomotif pembangunan di letakkan pada rel sektor pertanian gerbong kemajuan sektor lain turut melaju, di tahun dekade 1970-an merupakan salah satu era keemasan bagi petani. Peningkatan gandum akibat terobosan teknologi pertanian, diiringi peningkatan pengeluaran negara untuk pendidikan di pedesaan, telah berhasil mendorong kemajuan di pedesaan.

Bahkan meski terjadi penurunan luas lahan karena pertumbuhan penduduk, sektor ini pun masih dapat tumbuh dengan diversifikasi tanaman dari padi ke non padi dan peternakan seperti yang terjadi pada penduduk pedesaan di Filipina, Thailand, Banglades, dan India.

Kebijakan yang berpihak kepada petani di era itu telah melahirkan kegiatan ekonomi baru, seperti transportasi, perdagangan, jasa-jasa, dan usaha kerajinan. Juga bermunculan usaha skala menengah dan kecil. Kegiatan ini menyumbangkan sebesar 51 persen dari total pendapatan warga pedesaan.

Pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada era itu merupakan masa keemasan ketika kebijakan yang berpihak pada petani dapat mengurai permasalahan penganguran dan bermuara pada pengentasan kemiskinan dan tentu saja dapat menekan bencana kelaparan, hal ini berlangsung selama empat dekade.

Penurunan angka kemiskinan semakin mencemaskan dan bayang-bayang bencana pangan sangat mengkwatirkan , karena memang kebijakan yang berpihak pada petani semakin memudar ke depan, penangulangan bencana pangan dan pengurangan jumlah penduduk miskin di pedesaan itu semakin berat.

Di beberapa negara termasuk Indonesia tidak lagi memiliki kebijakan propedesaan seperti dekade 1970-an.Padahal kejayaan sektor ini pernah mencatat, sumbangan sektor ini terhadap PDB pada tahun 1975 sebesar 32 persen merosot kini tinggal 13 persen di tahun 2005

Menurunkan Kesenjangan
Ternyata bencana kelaparan dan kemiskinan tidak hanya di picu kondisi alam karena musibah kekeringan, tetapi perilaku ekonomi yang semakin jauh dari keberpihakan pada sektor yang mampu berperan banyak terhadap kelaparan dan kemiskinan yakni sektor pangan atau pertanian, selain itu ketimpanagn pendapatan yang di picu oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga berperan menjadi potensi becana kemiskinan dan tentu berlanjut pada kelaparan.

Seperti contohnya kecenderungan kenaikan pendapatan per kapita di negara-negara Asia tidak diikuti persebaran kekayaan.,koefisien Gini di negara berkembang terus meningkat. seperti India, China,Vietnam, dan Indonesia memiliki kecenderungan Gini ratio yang semakin memburuk,

maka beberapa langkah perlu menjadi perhatian antara lain,
pertama, pembangunan yang berprespektif terhadap pengentasan kemiskinan, tidak menjadikan pertumbuhan yang tinggi menjadi pencitraan terhadap hasil pembangunan, sehingga ketika pertumbuhan naik tetapi jurang kesenjangan melebar hal ini akan menjadi bom waktu pada proses pembangunan itu sendiri.

Kedua, kebijakan yang berpihak pada sektor pertanian, perjalanan pertumbuhan ekonomi telah membuktikan bahwa perhatian pada sektor pertanian dapat mengurai masalah kemiskinan dan bermuara pada pengurangan angka penganguran, maka pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi menyumbang kesenjangan yang lebar akan melukai tujuan pembangunan.

Ketiga,peningkatan infrastuktur publik pada bidang pendidikan, ketika sektor industrilisasi mengantikan sektor pertanian pelaku dari sektor ini dapat beradaptasi terhadap kemajuan tehnologi dan moderenisasi, sehingga imbas dari era industrisasi dapat meminimalisir angka penganguran.

Tentu sungguh sebuah ironis di tengah kemajuan berbagai bidang ilmu dan tehnologi, masalah purba yakni kelaparan masih mencengkeram penduduk. Maka kemajuan yang telah dan akan terus di capai tidak boleh meninggalkan atau mengorbankan sektor pertanian yang seolah hanya sistem perekonomian yang kuno bila di banding industri karena hal tersebut akan menjadi bencana yang besar.